Diberdayakan oleh Blogger.

RSS Subscribe

RSS
Post Icon

Cinta dalam kotak kardus bekas

Telah begitu lama aku merasa bahwa dunia sekitarku sudah ditelan oleh keserakahan arus egoisme. Telah lama aku merasa bahwa hati manusia kini telah berubah dingin dan beku. Tapi sebuah peristiwa yang terjadi beberapa tahun kemarin telah membuktikan bahwa pandanganku di atas adalah kesimpulan yang salah.

Saat itu sebagaimana biasanya, aku sibuk seharian melayani setiap orang yang datang ke toko ini. Tak terasa sudah pukul 1.30 pagi hari. Ketika aku hendak menutup toko, terdengar bell berdering. Tanpa mengangkat muka, dalam hati aku mengumpat, "Huh...dasar kelelawar dan kucing malam. Sudah jam segini tidak pulang ke rumah tapi berkeliaran sepanjang malam."  Namun ketika aku mengangkat wajahku, ku dapati seorang gadis cilik kira-kira berumur 15 tahun. Kedua tangannya mengangkat selembar kertas, isinya "Aku tak dapat berbicara. Maukah kamu membantuku?"

Ternyata gadis cilik ini membutuhkan kotak kardus bekas dan meminta agar aku mengumpulkan kotak-kotak karton kardus untuk diberikan kepadanya. Tanpa banyak bertanya maksudnya, aku lalu menganggukan kepala menyetujui permintaannya. Dan sejak itu, setiap hari jam 1.30 di pagi buta sang gadis cilik ini akan datang mengumpulkan kotak-kotak tersebut.

Setelah beberapa minggu, ternyata aku telah menjadi sahabatnya. Suatu saat, dengan penuh rasa ingin tahu, aku mengambil sebatang pensil dan menuliskan pertanyaan di atas secarik kertas, "Mengapa kamu mengumpulkan kotak-kotak bekas ini? Apakah orang tuamu tidak akan merasa cemas membiarkan kamu berjalan sendirian pada jam segini?" Tak kusangka...pertanyaanku ternyata seakan sebuah kunci keran yang membuka pipa air matanya. Air matanya mengalir tanpa henti, melepaskan semua beban yang selama ini bercokol dalam hatinya.

Oh...Tuhanku. Betapa besar derita yang harus ditanggung gadis cilik ini. Saat ini ia berumur 16 tahun. Sebelum ibunya melahirkan adiknya, ayah telah meninggalkan mereka menuju dunia abadi. Dan sang ibu?? Tak berapa lama setelah adiknya tidak menyusui lagi, sang ibu meninggalkan mereka entah ke mana perginya. Gadis cilik yang bisu ini harus berusaha menghidupkan dirinya sendiri serta adiknya yang masih kecil. Tidak ada pekerjaan lain yang bisa ia lakukan kecuali mengumpulkan kotak bekas untuk dijual. Pedih hatiku mendengar kisah gadis kecil yang tidak menyerah pada kerasnya tuntutan hidup ini. Sejak saat itu, setiap hari aku akan mengisi sejumlah roti dalam kotak tersebut, cukup untuk memenuhi kebutuhan mereka akan rejeki sehari itu. Tak lupa aku masukkan minuman ke dalam kotak yang sama. Di samping itu setiap hari aku selalu mencoba mencari pihak yang bisa memberikan bala bantuan.

Sudah beberapa hari, sang gadis cilik ini tidak pernah datang lagi. Tentu saja ada kepedihan memenuhi bathinku memikirkan kemungkinan malapetaka yang terjadi atas diri mereka. Apakah mereka dalam keadaan selamat? Ataukah mereka sedang sakit? Dan...Oh Tuhan, mengapa aku tidak meminta alamat tempat tinggalnya? Aku tidak tahu di mana ia tinggal dan tidak bisa mengunjunginya.

Dalam situasi yang demikian, aku bersiap meninggalkan toko tersebut. Dan di depan pintu, ada sepucuk surat. "Kak, terima kasih banyak atas bantuanmu selama ini. Aku dan adikku sudah menjadi anak angkat dari sebuah keluarga yang baik. Saat ini hidup kami telah berubah. Sekali lagi terima kasih banyak." Sepucuk surat yang singkat. Namun setelah membaca surat tersebut, tak terasa air mataku jatuh tak tertahankan. Bukan kesedihan, tetapi itu adalah air mata keharuan. Ternyata Cinta masih memiliki tempat di bumi. Terima kasih Tuhanku.


Tarsis Sigho - Taipei






  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar